Bau Bau – Bukit Sinyonya Pandeglang Reforma Agraria bukan hanya memberi kepastian hukum atas tanah, tetapi juga membuka jalan kesejahteraan masyarakat. Di Desa Bandung, Pandeglang, semangat tersebut diwujudkan melalui generasi muda yang mengelola Desa Wisata Bukit Sinyonya. Desa wisata ini ditetapkan sebagai Kampung Reforma Agraria terbaik pada Januari 2025. Pengelolaan potensi desa menghadirkan peluang ekonomi baru sekaligus meningkatkan kreativitas masyarakat.
Bukit Sinyonya Pandeglang Jadi Ruang Kreatif Penggerak Ekonomi. Pengelola Bukit Sinyonya, Asep Adam (25 tahun), menjelaskan kampung ini sejak awal memiliki potensi ekonomi besar. Menurutnya, potensi sulit berkembang tanpa pemberdayaan melalui program Reforma Agraria yang membuka ruang pengelolaan lebih produktif. “Karena memang potensinya sudah ada, namun kalau ini tidak dikemas dengan baik, tidak ada keberlanjutan. Tidak akan ada regenerasi,” kata Asep Adam, beberapa waktu lalu.
“Contohnya saja penganyam, dari dulu ibu-ibu sudah menganyam, tapi sekarang sudah sepuh. Anak mudanya tidak ada yang berminat untuk meneruskan.” “Dengan dibangunnya desa wisata ini, ada harapan. Anak muda tertarik untuk terlibat,” kata Asep Adam.” “Yang awalnya ibu-ibu cuma bisa bikin tas, tapi dengan adanya anak-anak muda dilatih. Akhirnya mereka punya inisiatif. Jadi kreativitasnya lebih tinggi lagi,” ujar Asep Adam. “Ini cara kami untuk meningkatkan nilai produk. Dengan ragam bentuk produk dari anyaman, nilai jualnya pun semakin tinggi.”
Baca Juga : Tidak Sekali, Israel Pernah Cegat Armada Bantuan Gaza

Desa Wisata Bukit Sinyonya juga mengubah peran pengrajin dari hanya produksi menjadi instruktur. Hasilnya, sekarang mereka tidak hanya menjual produk. “Kami mengajarkan juga ke masyarakat dan juga para pengunjung. Awalnya cuma pengrajin biasa, sekarang sudah menjadi instruktur,” ujarnya. Seorang pengrajin, Ani (52 tahun), merasakan manfaat program ini yang menopang kehidupannya. Dulu kehidupan warga cuma dari hutan ke rumah, menganyam, tanpa tahu desa.
“Dari kecil, sejak Sekolah Dasar sudah bisa menganyam. Sekarang, sudah bisa beli sepatu baru dari hasil menganyam,” katanya.
Hasil anyaman juga membantu Ani membiayai pendidikan keluarganya. Maka kehidupan sekarang terasa berbeda. “Terus terang, saya bisa menguliahkan anak juga hasil dari ini. Memang tidak sepenuhnya, tapi sedikit banyaknya kami hasilkan dari menganyam,” ia mengungkapkan.
Masyarakat menilai Reforma Agraria bukan sekadar kepemilikan tanah, melainkan pengelolaan sumber daya di atasnya. “Saat ini kami juga sudah berkolaborasi dengan universitas, pihak swasta juga pemerintah daerah agar terus mendukung dan meningkatkan desa wisata kami,” kata Ani.





